Senin, 10 November 2014

Desir - Desir Mimpi...

Meski keningnya basah dan nafasnya masih terengah-engah, ia bergegas mengangkat badan hingga dalam posisi duduk. Matanya memandangi langit-langit kamar yang suram dan berusaha memasukkan lebih banyak oksigen ke dalam paru-parunya.
“sebenarnya, apa yang akan terjadi hari ini?” Gumamnya
Setelah merasa lebih tenang mendapatkan cukup udara dan akal sehatnya mencapai angka 100 persen, ia bergerak menuju pintu, menekan saklar lampu kamar kos-an dan bergegas menyambar botol air mineral 600 ml lalu meneguknya hingga tinggal setengah.
Diusapnya  sisa peluh yang masih menempel di pelipis matanya. Keringat Namira mengalir setiap mimpi itu datang mengganggunya. Sudah tiga hari ini ia memimpikan hal yang sama. Selalu saja angannya bergejolak.
“aku harus peringatkan Nisa” gumamnya lirih. Anisa Rahama adalah sahabat Namira. Meskipun usia persahabatan mereka belum ada dua tahun, Namira begitu dekat dengan Anisa. Anisa derasal dari keluarga yang broken home. Ayahnya ketahuan selingkuh dengan teman dekat ibunya. Ketika mereka tinggal bersama, hampir setiap hari ketika masalah tiba ibu dan ayahnya terlibat percekcokkan besar. Tak jarang pula ia mendengar jeritan ibunya yang menangis karena pukulan ayahnya. Pada saat itu yang selalu ia lakukan adalah menggambil air wudhu dan bergegas solat. Yang ia minta: semoga Tuhan memperkenankan ayah dan ibunya bersatu lagi agar ia dapat kembali merasakan indahnya menghabiskan waktu dengan keluarga. Namun ternyata Tuhan belum mengindahkan permintaannya. Tepat saat Anisa berumur 15 tahun, ibunya menggugat cerai sang ayah. Sejak saat itu kekecewaannya sangat dalam. Luka itu begitu mengiris hati Anisa. Meskipun itu telah lama berlalu, namun perasaan hancur saat itu tak pernah hilang dari sudut ingatannya hingga ia beranjak dewasa.
Setelah berpikir demikian, ia kembali ke dipan dan menyambar HP yang tergeletak di samping bantal.
“Ya Tuhan Ra, di rumah kamu nggak ada jam ya? Aku baru tidur dua  jam!” terdengar suara protes dari sebrang telepon.
“kamu dimana Nis?” tanya Namira to the point
“ini larut malam Namira. Tengah malam begini kamu cuma mau tanya itu?” Timpal Anisa setengah jengkel
“aku tidak tanya ini jam berapa! Katakan sekarang kamu dimana?” Namira tetap tidak menggubris protes sahabatnya.
Hening sesaat, sebelum terdengar helaan nafas dari sebrang telefon. Seketika kantuk Anisa lenyap, suaranya berganti dengan kalimat-kalimat berirama cepat. “Mimpi itu lagi? Sejak kapan kamu percaya tafsir mimpi? Akhir akhir ini kamu sering tidak rasional Ra. Atau jangan-jangan mimpi itu sudah meracuni otak kamu?” kejar Anisa sebelum Namira sempat mengucapkan sepatah kata pun.
“Ini bukan masalah rasional atau tidak Nis, sudah tiga hari mimpi itu mengganggu tidurku. Kata orang Jawa mimpi jam segini bisa dibilang firasat Nis. Aku takut”
“Tapi aku bukan orang Jawa Ra!” sambar Anisa dengan cepat, suaranya meningkat satu oktaf dari biasanya.
“Tapi aku iya! Aku yang mimpi, bukan kamu!”
“Tapi mimpi itu melibatkan aku! Plis lah Ra, jangan kaya anak kecil. Setiap mimpi kamu artikan sebagai firasat, Itu nggak rasional! Mungkin mimpi itu memperigatkan kamu untuk segera solat malam” jelas Anisa
“hmmm.. yasudah lah. Aku harap kamu berhati-hati Nis, aku nggak mau terjadi apa-apa dengan kamu”
“kamu Ra yang harusnya berhati-hati dengan pikiran kamu” Anisa menutup pembicaraan.
Namira merebahkan tubuhnya kembali. Mendekap guling lebih erat dari biasanya. Ada ketakutan yang tak bisa ia sembunyikan, seberapa besarpun keinginannya untuk menganggap bahwa mimpi itu cuma bunga tidur yang tak bermakna apa-apa. Meski badannya tampak rebah, namun matanya tak bisa terpejam. Ya, memikirkan mimpi itu lagi.
            Pagi ini mungkin adalah pagi yang melelahkan untuk Namira. Masih tentang mimpi itu. Mimpi yang selalu mengganggu siang dan malamnya. Sudah sering kali ia mencoba menepikan semua rasa yang sedari tadi menggeliak, namun entah kenapa, sebanyak apapun ia mencoba sebanyak itu juga ia mengalami kegagalan.
Dipandanginya seseorang yang ada di ujung kelas. Kembali mimpi itu berlarian di pikiraannya. “Mimpi itu lagi” gumamnya dalam hati. Sungguh, itu menyesakkan dadanya. Namira memberanikan diri mendekati Anisa, meskipun ia harus melawan isi hatinya. Dipandangnya mata Anisa dalam-dalam, penuh dengan rasa sayang, atau tidak, mungkin rasa takut kehilangan. Tapi sudahlah, Namira mencoba melupakan mimpinya semalam.
Namira takkan kuat hati apabila harus membahas hal sama setiap bertemu dengan Anisa. Ini salah satu hal tersulit dalam hidupnya. Bagaimanapun juga Anisa adalah sahabat terbaiknya. Namun tidak dalam mimpi itu. Dalam mimpi itu Anisa menjelma menjadi iblis yang siap menyeretnya ke neraka. Itu yang selalu ia takutkan.
Namira menggandeng tangan Anisa ke kantin. Melewati lorong-lorong sekolah yang sunyi yang dimana pada mimpi itu ruangan itu menjadi saksi setiap jengkal kejadian yang mungkin tak dapat Namira lupakan.
Seperti yang Namira tulis pada buku hariannya:
Mana mungkin aku melupakan mimpi itu?
Mimpi itu seperti desir desir angin yang selalu menyepuh dedaunan
Dan akulah dedaunan itu
Aku tak dapat berdiri tegak, seperti orang bingung
Kesana kemari layaknya tak punya nyawa, dan hanya desir desir angin yang mebuatku bergerak, namun bergerak seperti orang gila.
Begitulah sekiranya.
“nasi goreng dua ya buk, yang satu ndak usah pake telur. Munumnya es teh sama air mineral aja” pesan Namira kepada ibu kantin yang sama – sama dari Jawa.
“siap mbak” sahut ibu kantin itu dengan cepat.
Namira segara membalik badan setelah mendengar jawaban mantap dari ibu kantin. Sebelum malangkahkan kaki, dipandanginya lagi seseorang yang duduk di bangku paling ujung. Ditariknya nafas dalam – dalam, mencoba meyakinkan diri bahwa tidak akan terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu. Namira mencoba melangkahkan kaki, otaknya dipenuhi puluhan pertanyaan yang membuat dadanya terasa sesak.
            “udah Ra?” Tanya Anisa sambil meletakkan telepon genggamnya yang tak pernah terpisah darinya. Sepertinya tepelon genggam itu sangat penting bagi hidupnya. Lima menit saja  telepon genggam itu lepas dari tangannya, dia akan menanyakan pada semua orang yang ada di dekatnya. Bahkan pernah suatu saat Anisa dan Namira bertengkar hanya karena Namira tidak sengaja membawa telepon genggam itu ke kamar mandi.
            “udah kok” sahut Namira sambil mengundurkan bangku.
            “aku udah sarapan loh”
            “yaahh... kenapa nggak bilang. Udah terlanjur pesen dua tau” protes Namira. “kalau aku traktir, tetep nggak mau?” goda Namira sambil menahan tawa
            “mmm, nggak. Nggak mungkin nolak maksudnya” Tawa Anisa lepas.
Mereka biarkan pembicaraan mengalir begitu saja. Sambil sesekali melontarkan tawa renyah. Rasanya sudah lama Namira tidak mendengar tawa Anisa. Maklum saja, Anisa selalu enggan ke kantin. Ia selalu sibuk dengan telepon genggamnya. Padahal setahu Namira, Anisa belum memiliki teman dekat. Jangankan teman dekat, untuk sekedar mencaripun tak mau. Katanya pacar itu tidak penting. Kalau punya pacar kebebasannya akan berkurang, waktunya untuk bersenang-senang pun otomatis akan tersita gara-gara sibuk dengan cowok. Ya, Anisa memang suka bersenang – senang. Hampir setiap waktunya ia gunakan untuk itu. Ia tak peguli berapapun banyak guru yang sudah menegurnya gara – gara nasib ulangannya yang buruk. Meskipun Namira sudah berkali –kali mengingatkannya, tapi sama saja. Tak pernah ada perubahan
Setelah menghabiskaam makanan yang dipesannya, Namira kembali menemui ibu kantin langganannya. Dikeluarkannya pecahan sepuluh ribuan, kemudian bertanya “pinten buk?” lengkap dengan logat jawanya yang kental
“oalah, Mbak Mira? Nasi goreng dua: enam riibu, Es teh: dua ribu, air putih: dua ribu. Sepuluh ribu mbak”
“pas nggih buk” sahutnya sambil menyerahkan uang ditangannya. Suara bel sudah bergema, sambil berlari kecil ia menemui Anisa dan bergegas ke kelas untuk memulai pelajaran.
Siang telah tertinggal di belakang, kini giliran malam yang menyapa Namira. Diatas langit tampak indah dihiasi milyaran bintang dan satu rembulan yang bersinar penuh. Menatap kerlipan bintang, ditemani alunan suara gitar yang ia petik sendiri. Matanya terpejam sejenak, seperti dapat melihat masa depan. Namira menerka-nerka apa yang sebenarnya sedang terjadi. Di tatapnya lagi sebuah bintang yang paling terang diatara bintang-bintang yang lain. Desir desir angin menyepuh tubuhnya. Seperti yang ia gambarkan pada buku harian itu. Bintang itu berkelip indah seperti; hijau, merah, biru, putih dan begitulah seterusnya. Inilah salah satu keindahan dari wajah alam yang benar-benar menyejukkan jiwa. Tapi sepertinya berlawanan dengan hati namira saat itu.
Drrrdd drrrddd
HP-nya bergetar dan seketika membuyarkan segala lamunan Namira. Sebenarnya ada rasa bimbang untuk mengangkat telefon itu setalah ia melihat bawa yang keuar di layar HP-nya adalah Nisa.
“halo Nis,?” jawabnya dengan nada yang amat hati-hati
“innalillahi..... mana mungkin Nis?” Tanya Namira sambil mengusap air mata yang mengalir di pipnya
Suara dari balik HP itu menjelaskan; ‘ Iya tadi dia pergi ke lorong sekolah sama dua temannya. Alhamdulillah temennya nggak kenapa kenapa. Kalo kata dokter, dia overdosis narkoba Ra, yang sabar ya Ra’ Begitulah jelas Nissa’ul Jannah,
Ya, mimpi itu benar terjadi. Tepat di lorong itu, ditemani alat hisap dan dua temannya, Iblis yang berusaha menyeret Namira ke neraka, dan desir desir angin. Anisa Rahma Nurdias menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Dan kini giliran Namira, ia masih melamun di teras rumahnya, di temani desir desir angin yang kini memang benar-benar membuatnya gila. Mengapa semuanya terjadi begitu cepat? Andai saja kamu mendengarkan kataku Nis. Desahnya dalam hati dengan penuh kehati-hatian. Untung saja Namira menolak ajakan Anisa malam ini untuk menikmati barang haram itu. Sebenarnya ada perasaan tidak ikhlas di hati Namira, ada rasa penyesalan karena tak dapat mengingatkan sahabatnya, namun ia tak dapat berbuat apa – apa. Semua lenyap dihempas takdir. Semua kehendak Sang Kuasa.
Siang ini jenazah Anisa akan dimakamkan, dan dua temannya tela diseret ke neraka, atau bukan, ini hanya neraka semantara. Mungkin ini adalah akhir dari segalanya yang sungguh berakhir mengenaskan.
            Desir-desir mimpi..

Senin, 03 November 2014

Pengertian Jaringan LAN, MAN, WAN


Jaringan Komputer secara umum ada 5 macam, yaitu LAN (Local Area Network), MAN (Metropolitan Area Network), WAN (Wide Area Network). Sebenarnya, konsep dari Jenis Jaringan Komputer sama, yaitu untuk menghubungkan berbagai perangkat jaringan untuk dapat berkomunikasi dan berbagi sumber daya. Hanya yang membedakan adalah dari letak geologis-nya (mencakup wilayah dan area jaringan) dan teknologi yang digunakan (seperti penggunaan jenis kabel yang berbeda, IP Addressing sesuai kelas-nya, dan sistem keamanan (security) yang berbeda).

* LAN (Local Area Network)

Local Area Network atau LAN, merupakan suatu Jenis Jaringan Komputer dengan mencakup wilayah lokal. Dengan menggunakan berbagai perangkat jaringan yang cukup sederhana dan populer, seperti menggunakan kabel UTP (Unshielded Twisted-Pair), Hub, Switch, Router, dan lain sebagainya.Contoh dari jaringan LAN seperti komputer-komputer yang saling terhubung di sekolah, di perusahaan, Warnet, maupun antar rumah tetangga yang masih mencakup wilayah LAN.
Keuntungan dari penggunaan Jenis Jaringan Komputer LAN seperti lebih irit dalam pengeluaran biaya operasional, lebih irit dalam penggunaan kabel, transfer data antar node dan komputer labih cepat karena mencakup wilayah yang sempit atau lokal, dan tidak memerlukan operator telekomunikasi untuk membuat sebuah jaringan LAN.
Kerugian dari penggunaan Jenis Jaringan LAN adalah cakupan wilayah jaringan lebih sempit sehingga untuk berkomunikasi ke luar jaringan menjadi lebih sulit dan area cakupan transfer data tidak begitu luas.

* MAN (Metropolitan Area Network)


Metropolitan Area Network atau MAN, merupakan Jenis Jaringan Komputer yang lebih luas dan lebih canggih dari Jenis Jaringan Komputer LAN. Disebut Metropolitan Area Network karena Jenis Jaringan Komputer MAN ini biasa digunakan untuk menghubungkan jaringan komputer dari suatu kota ke kota lainnya. Untuk dapat membuat suatu jaringan MAN, biasanya diperlukan adanya operator telekomunikasi untuk menghubungkan antar jaringan komputer. Contohnya seperti jaringan Depdiknas antar kota atau wilayah dan juga jaringan mall-mall moderen yang saling berhubungan antar kota.
Keuntungan dari Jenis Jaringan Komputer MAN ini diantaranya adalah cakupan wilayah jaringan lebih luas sehingga untuk berkomunikasi menjadi lebih efisien, mempermudah dalam hal berbisnis, dan juga keamanan dalam jaringan menjadi lebih baik.
Kerugian dari Jenis Jaringan Komputer MAN seperti lebih banyak menggunakan biaya operasional, dapat menjadi target operasi oleh para Cracker untuk mengambil keuntungan pribadi, dan untuk memperbaiki jaringan MAN diperlukan waktu yang cukup lama.

* WAN (Wide Area Network)


Wide Area Network atau WAN, merupakan Jenis Jaringan Komputer yang lebih luas dan lebih canggih daripada Jenis Jaringan Komputer LAN dan MAN. Teknologi jaringanWAN biasa digunakan untuk menghubungkan suatu jaringan dengan negara lain atau dari satu benua ke benua yang lainnya. Jaringan WAN bisa terdiri dari berbagai Jenis Jaringan Komputer LAN dan WAN karena luasnya wilayah cakupan dari Jenis Jaringan Komputer WAN. Jaringan WAN, biasanya menggunakan kabel fiber optic serta menanamkannya di dalam tanah maupun melewati jalur bawah laut.
Keuntungan Jenis Jaringan Komputer WAN seperti cakupan wilayah jaringannya lebih luas dari Jenis Jaringan Komputer LAN dan MAN, tukar-menukar informasi menjadi lebih rahasia dan terarah karena untuk berkomunikasi dari suatu negara dengan negara yang lainnya memerlukan keamanan yang lebih, dan juga lebih mudah dalam mengembangkan serta mempermudah dalam hal bisnis.
Kerugian dari Jenis Jaringan WAN seperti biaya operasional yang dibutuhkan menjadi lebih banyak, sangat rentan terhadap bahaya pencurian data-data penting, perawatan untuk jaringan WAN menjadi lebih berat.